Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW di Bawean
Salah satu tradisi suku Bawean yang exist sampai saat ini adalah Molot. Perlu ane sampaikan disini bahwa seluruh orang Bawean 100% Muslim. So, seluruh Umat muslim pasti paham dengan Maulid Nabi tapi ada yang unik di Bawean. Orang Bawean dari anak-anak sampai aki aki pasti kenal tentang Molod Bawean.
|
Seorang Yachter dengan Molot Cepu nya |
Yuk kita baca seperti apa tradisi Maulid Nabi (Molod) oleh suku Bawean.
|
Fathin Motel |
Molod Versi Bawean
Maulid Nabi yang di-bahasa Bawean-kan menjadi “molod” (red: bukan colok atau mulut) merupakan suatu bentuk kegiatan perayaan rutinitas tahunan yang bertujuan memperingati hari kelahiran Nabi bergelar Sayyidul Basyar (penghulu para nabi) yakni Nabi Muhammad SAW.
Kegemparan dan kemeriahan dalam memperingati kelahiran Nabi mendapat tempat teratas di hati masyarakat Pulau Bawean. Tiada terukur dengan apapun semangat dan kerelaan masyarakatnya yang merayakan dengan caranya yang banyak menyita biaya per-”angkatan” atau per-’bherkatan” (red: hidangan atau sesajen jumbo) dengan segala asesoris dan dandanan yang unik dan eksotik. Tentu hidangan dan sesajen itu bukan untuk dipersembahkan kepada roh atau demit, melainkan untuk di-gasak atau disantap bersama keluarga dalam luapan hari kegembiraan yang tiada tara atas lahirnya Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
Tradisi Molod Bawean perlu dilestarikan
|
Angkatan Molod kekinian |
|
Molod kekinian |
Tradisi Molot sudah menjadi tradisi di Bawean bahwa bulan Rabiul awal adalah bulan yang dikhususkan untuk memperingati hari kelahiran manusia agung Nabi Muhammad SAW. Orang Bawean menyebutnya ” Molotan”. Banyak hal unik yang bisa kita lihat dari tradisi tersebut, salah satunya adalah tradisi membuat parcel berisi jajanan, minuman khas Bawean yang kemudian dikumpulkan di masjid atau tempat tertentu dimana peringatan maulid digelar. Parcel itu juga berisi aneka ragam makanan, minuman, baik lokal maupun regional, yang dikemas rapi diatas timba atau wadah yang sejenis. Tergantung kesepakatan panitia. Masyarakat Bawean menyebutnya “Angkaan Molot”.
Sejumlah besar pemerhati sosial menganggap tradisi angkaan molotan sebagai tradisi budaya yang patut dilestarikan dan diwariskan pada generasi berikutnya, sebagai khazanah budaya lokal untuk memperkaya Budaya Nasional. Banyak upaya sudah dilakukan, baik di Bawean atau di luar pulau seperi di Gresik daratan, Batam, bahkan Malaysia dan Singapura. Menurut mereka upaya tersebut dalam rangka menggali kearifan lokal di Bawean.
Molod bawean : pernak pernik penuh daya tarik
|
molod kekinian |
Salah satu tradisi yang unik penuh daya tarik yang eksotik yakni ini dengan segala pernak-pernik rupa kemunculannya perlu untuk dilembagakan dalam Badan Konservasi Budaya Nusantara. Mulai “angkatan” atau “bherkat” pelak (baca: Jawa-cuwek) dan sareng-sareng (wadah mirip parabola mini terbuat dari anyaman bambu), Tengghu (talam atau baki kuningan), bekol (baca: Wakul-Jawa) dan ceppo (baca: cepu-Jawa) , timba atau baldi, serta perabot rumah tangga mutakhir sesuka hawa nafsunya. Mungkin, masa yang akan datang “bherkat” sebagai wujud sesajen kemeriahannya akan terus mengikuti gerusan zaman
Melestarikan tradisi dengan segala perspektifnya dari seluruh dimensi kehidupan perayaan maulid ini.
Gampangannya, bila preode pelak, sareng-sareng, dan tenggu dianggap merepotkan dan primitif, bisa diambil jalan tengah yakni tetapkan pada pereode bekol atau cepo yang isinya berupa nasi, lauk-pauk, telur 12 butir dicocok, makanan tradisional khas Bawean semisal rangginang dan sejenisnya ditambah buah pada musimnya plus dengan tongghul bunga kedut.
Sebagai wujud keperdulian dan usaha memelihara perasaan “eman budaya atau tradisi” yang akan lenyap ditelan masa. Secara filosofi “angkatan” atau “bherkat” dengan segala “papasangan”-nya berupa makanan tradisional, telur, lauk pauk-ayam dengan masak merahnya khas Bawean, beraneka buah hasil panen lokal, serta tongghul (baca: Tunggul-Jawa) menancap kuat di tengah bakul penuh dengan makna. Semisal makanan tradisonal yang selalu disertakan berupa rengginang atau “rangghinang” yang secara etimologis berasal dari bahasa Arab rai yang artinya “ngerokso” atau “meraksa” atau mengurus dan kata dinan berarti agama. Pemasangan jenis makanan khas itu perlambang usaha mengurus kelangsungan agama. Tusuk telur berbaris melingkar di tepi bakul sejumlah 12 (dua belas) melambangkan tanggal kelahiran Nabi Muhammad sebagai penopang ingatan terhadap hari kelahiran beliau.
(SGY)
Komentar
Posting Komentar